.kompasiana.com |
Pernahkah melihat orang cantik tapi selalu bercermin untuk memoles wajahnya agar terlihat lebih cantik lagi dan bergumam, takut kalau ntar komedoku kelihatan, ntar make-up ku luntur, tuh kan jerawatku nongol, maskaranya belepotan dan lain sebagainya. Dan untuk semua itu dia berusaha mencari bermacam-macam kosmetik untuk mengobati dan menghilangkan sesuatu yang sebenarnya tidak harus ditakuti. Bahkan karena rasa khawatir yang terlalu tinggi dia murung seharian sehingga malah menutupi kecantikannya yang sesungguhnya.
Ada lagi orang pintar yang tak pernah puas akan nilai matematikanya yang sudah mendapatkan nilai 98. Mati-matian belajar dan mencari guru pembimbing atau kursus di tempat ternama agar nilainya sempurna. Begadang hanya untuk memperbaiki kekurangan yang tidak seberapa. Malah dia menjadi kurang tidur dan tidak konsentrasi lagi menghadapi materi pelajaran esok harinya.
Ada juga seorang laki-laki lajang, pingin sekali dan iri melihat orang menikah. Mencari cara agar bisa menikah. Setelah menikah pingin punya anak karena melihat seorang anak yang berjalan diapit oleh orangtuanya sambil tertawa bahagia. Setelah punya anak merasa kewalahan karena begadang semalaman dan tidak bisa tidur dengan nyenyak karena tangisan dan rewelnya si kecil. Dalam hati berkata "kapan kamu besar nak, cepat besar biar nggak nyusahin lagi" beranjak dewasa sang anak terlibat kenakalan remaja dan membuatnya di panggil ke kantor polisi berkali-kali. Kembali mengumpat "kalau tahu anakku begini, lebih baik tidak punya anak". Tanpa dinyana sang anak tertabrak truk dan meninggal. Nyesel, nangis dan berduka berhari-hari. Meratapi kini hidupnya sudah tua dan sakit-sakitan. Siapa yang merawat? tidak ada, hanya dia sendiri, sang istri sudah diceraikan karena dia merasa sang istri sangat bodoh dan tidak becus menjadi istri atau ibu.
Kalau sudah begitu, apa yang menjadi patokan kebahagiaan?
Bahagia itu ketika masih bisa tinggal di rumah kecil dan sederhana, dapat tidur nyenyak walau hanya beralas tikar. Bisa makan dua kali sehari dibanding mereka yang kelaparan.
Bahagia itu ketika masih bisa menghirup udara sebanyak yang kita mau. Masih bisa tersenyum melihat wajah yang sempurna dibanding mereka yang cacat.
Tak ada jaminan bahagia dengan harta mobil dan rumah yang bagus. Bukan juga uang yang banyak yang bisa membeli semua. Jika hati kita sempit takkan ada gunanya.
Bagaimana bisa bahagia? Adalah dengan bersyukur. Bersyukur atas apa yang dimiliki. Bersyukur masih bisa bernafas, bisa melihat, bisa mendengar, bisa berjalan, bisa makan walau seadanya. Bisa punya istri dan anak-anak dan melihat senyum di bibir mereka. Bisa selalu bersama orang-orang tersayang.
Belajar dari seorang tukang parkir. Dia tak pernah menyombongkan diri saat dia dititipkan begitu banyak kendaraan mulai dari yang biasa sampai yang mewah. Begitupun juga dia tak pernah sedih jika kendaraan yang dititipkan padanya diambil satu persatu oleh pemiliknya, bahkan sampai habis tidak bersisa satupun. Dia tidak mengumpat malah menjaga semua dengan baik. Dia tetap pulang ke rumahnya dengan senyum dengan harapan bahwa hari esok 'kan datang kembali.
Bahagia itu sesederhana kamu menemukan jalan pulang saat tersesat.
Bahagia itu sesederhana kamu pulang membawa sekantong gorengan untuk keluargamu.
Bahagia itu sesederhana kamu merasa nyaman oleh senyuman orang terkasih di waktu sibukmu.
Bahagia itu sesederhana pelukan anakmu saat menyambut kedatanganmu.
Bahagia itu sesederhana kamu menemukan cahaya lilin saat yang lain kegelapan.
Bahagia itu sesederhana kamu melihat wajah polos dan lugu anak-anakmu ketika tidur.
Bahagia itu sesederhana kamu masih bisa menghirup oksigen hingga saat ini.
Bahagia itu sesederhana kamu mampu mensyukuri apapun yang kamu miliki.
Dan yang paling penting bahagia itu hadir di saat kamu bisa berbagi dan memberikan keceriaan di wajah mereka.
Bahagia itu sederhana bukan? intinya bersyukur. Syukur itu ada dihati kita. yuk! benahi hati kita untuk bisa tersenyum saat berduka. Merasa lapang saat dilanda kesempitan. Merasa kaya saat diberi kemiskinan. Merasa tinggi saat direndahkan. Merasa mulia saat dihinakan. Merasa hebat saat bisa menghadapi ujian demi ujian dari Allah dengan tetap sabar dan tabah. Bagaimana dan apapun bentuknya. Bahagia itu tidak didapatkan tapi diciptakan oleh hati kita sendiri untuk memiliki rasa syukur itu sendiri.
Bahagia itu sesederhana kamu pulang membawa sekantong gorengan untuk keluargamu.
Bahagia itu sesederhana kamu merasa nyaman oleh senyuman orang terkasih di waktu sibukmu.
Bahagia itu sesederhana pelukan anakmu saat menyambut kedatanganmu.
Bahagia itu sesederhana kamu menemukan cahaya lilin saat yang lain kegelapan.
Bahagia itu sesederhana kamu melihat wajah polos dan lugu anak-anakmu ketika tidur.
Bahagia itu sesederhana kamu masih bisa menghirup oksigen hingga saat ini.
Bahagia itu sesederhana kamu mampu mensyukuri apapun yang kamu miliki.
Dan yang paling penting bahagia itu hadir di saat kamu bisa berbagi dan memberikan keceriaan di wajah mereka.
Bahagia itu sederhana bukan? intinya bersyukur. Syukur itu ada dihati kita. yuk! benahi hati kita untuk bisa tersenyum saat berduka. Merasa lapang saat dilanda kesempitan. Merasa kaya saat diberi kemiskinan. Merasa tinggi saat direndahkan. Merasa mulia saat dihinakan. Merasa hebat saat bisa menghadapi ujian demi ujian dari Allah dengan tetap sabar dan tabah. Bagaimana dan apapun bentuknya. Bahagia itu tidak didapatkan tapi diciptakan oleh hati kita sendiri untuk memiliki rasa syukur itu sendiri.
puji saputri 30 Okt 2016
Comments
Post a Comment