depokpos.com |
Dia tinggal di perantauan tanpa sanak saudara yang menemani, kalaupun ada, tempat tinggalnya cukup jauh. Dia tinggal di sebuah kamar kecil di lantai tiga yang berukuran 2x3 m. Tanpa tv, kipas angin apalagi ac. Yang ada hanya sebuah dipan kayu beralas perlak plastik, tanpa bantal dan guling. Jika dia tidur dia akan menggulung beberapa helai kain sarung untuk dijadikannya bantal.Dan jika suhu udara terasa dingin dia akan mengambil gulungan bantalnya itu dan dijadikan selimut dan tidur tanpa bantal. meski dingin masih terasa menusuk sendinya karena perlak plastik yang mampu menyerap dingin dengan sempurna. Bukan dia tak punya uang untuk membeli tapi karena dia masih takut akan kota yang baru saja didatanginya, dan belum hafal rute angkutan di sana. Kamar yang bila datang hujan maka kamarnya akan basah terkena rembesan air hujan yang masuk melalui celah jaring-jaring nyamuk, dikarenakan jendelanya hanya ditutup oleh jaring-jaring itu. Dimana di kamar itu juga ada sebuah magic com lawas dan kompor gas lawas pinjaman dari ibu kos. Dan bila hujan kompor pun ikut basah dan jika ingin memakainya maka perlu waktu berulang kali untuk menyetek tombol agar api kompor bisa menyala. Kenyataan yang sangat berbeda seratus delapan puluh derajad dengan kehidupannya bersama orangtuanya.
Dan dalam sedang membiasakan dirinya tinggal dan kerja di tempat baru. Dia harus merasakan yang namanya difitnah telah menggoda suami seorang wanita yang merupakan istri dari salah satu rekan kerjanya. Padahal selama bekerja dari pagi sampai malam sekalipun tidak pernah ada terbersit di benaknya untuk merayu suami orang. Dia terima dikata-katai, diserang oleh sang istri meski dia tidak bersalah. Minta bantuan sudah dilakukannya tapi mereka tidak bisa berbuat banyak. Beban mental yang dia tanggung karena ultimatum, ancaman, dan teror wanita itu membuatnya tak mampu membendung air matanya. Ditambah lagi rasa rindu dan pilu berpisah dengan anaknya. Semua terjadi hampir setahun, dan puncaknya saat itu mereka bertengkar hebat. Dia, lelaki rekan kerjanya itu dan istrinya. Saat itu sang istri memaki dan menghinanya dengan kata-kata kasar. Dan sang suami yang tidak terima melihatnya di serang habis-habisan oleh istrinya akhirnya memukul istrinya hingga pelipisnya pecah. Bagaimana tidak, dia dan suaminya jelas-jelas tidak punya hubungan apapun selain hanya rekan kerja. Tapi api kecemburuan seolah menutup mata istrinya itu dari sebuah kebenaran. Dia bukannya senang melihat sang istri berdarah kesakitan tapi justru balik memarahi sang suami dan merangkul sang istri dan mengobati lukanya. Dari kebaikan hati Sari dan kelapangan jiwanya, sang istri baru menyadari kalau Sari adalah wanita baik-baik. Dan merekapun akhirnya berteman.
Rasa sakit karena perceraian membuatnya trauma dan tidak ingin menikah lagi. Terlebih saat itu dia pernah diperlakukan tidak sopan oleh seorang laki-laki yang jatuh hati padanya. Berkali-kali dia menolak dan tidak menanggapi perasaan laki-laki itu dan mungkin laki-laki itu mulai geram maka dia mencoba menjebak Sari untuk memperkosanya. Meski dia selamat dari musibah itu tapi dia merasa semakin yakin bahwa semua laki-laki itu bajingan.
Lima tahun menjalani kehidupan di perantauan. Dengan gaji yang lumayan, tiap bulan dia mampu mengirim uang untuk anaknya, memenuhi kebutuhannya dan bisa menabung. Hasil tabungan itu di gunakannya untuk membeli perhiasan emas yang bisa dikatakan sebagai tabungan emas juga. Dia bisa mengirimi anaknya mainan-mainan bagus dan bisa bergonta-ganti merek ponsel. Dan dalam waktu lima tahun itu pula dia harus berperang dengan batinnya sendiri saat buah hatinya meneleponnya dan mengatakan kalau dia butuh ayah. Bagaimana dia akan mencarikan ayah untuk anaknya, sementara sudah banyak lelaki yang menawarkan cintanya selalu ditolak mentah-mentah oleh Sari. Dia takut tidak bisa memberikan ayah yang baik untuk anaknya. Sementara masih terngiang-ngiang di benaknya saat sang anak berkata di telepon "bunda, pulanglah... aku rindu."
Kondisi keuangan dan taraf hidup yang sudah mulai membaik Sari pulang ke kampung halaman untuk melepas rindu pada keluarganya khususnya pada sang anak semata wayangnya.
Dengan harapan besar memeluk sang anak yang dirindukan, meneteslah air matanya saat sang anak yang berumur lima tahunan itu berkata "bunda, jangan tinggalkan aku lagi, aku cuma ingin bunda di sini bermain bersamaku..."
Anakmu tidak butuh uangmu Bunda. Tapi kehadiranmu di sisinya jauh lebih berharga dari jutaan bahkan ratusan juta rupiah yang kau berikan untuknya. Masa kecilnya takkan mungkin lagi bisa diulang. Sebelum masa-itu benar-benar terlewatkan dengan sia-sia. Bulatkan hati dan pikiran untuk selalu mendampingi dan mendidik anak-anakmu hingga mereka dewasa. Sebelum kita benar-benar menyesal, temanilah anak-anakmu, bimbing dia dengan kasih sayangmu. tak ada guna rupiah itu jika hati anakmu kehilangan arti seorang ibu. Uang memang bisa membeli segalanya. tapi tidak segalanya bisa di beli dengan uang termasuk kasih sayang dan cinta ibu.
Anakmu sudah tidak mendapatkan kasih sayang seorang ayah jangan kau tambah lagi deritanya dengan kehilangan kasih sayang seorang Bunda. Keletihanmu, deritamu selama di perantauan tak sebanding dengan derita anakmu yang harus hidup tanpa kasih sayang Ayah dan Bunda. Pelukanmu, ciuman kasihmu, dekapan dan sentuhan tanganmu sangat didamba seorang anak. Dan kau takkan pernah berhenti mengucap syukur saat bisa melihat senyum di bibir mereka.
puji saputri 28 Okt 2016
Comments
Post a Comment