Dalam
pernikahan, suami menjadi pemimpin dalam rumah tangga. Dan seorang
istri menjadi pendamping yang akan selalu menjaga kehormatan rumah
tangganya.
Pengorbanan
seorang suami sangatlah besar. Tidak hanya soal nafkah tapi juga
kelangsungan sebuah pernikahan. Bagaimana rumah tangga bisa aman, nyaman
dan tentram. Dan keberadaan seorang istri tidak bisa disepelekan begitu
saja. Ibarat kata pepatah "istri itu adalah jantungnya rumah, jika
jantungnya sakit maka sakit jugalah seisi rumah".
Oleh
karena laki-laki adalah pemimpin, panutan, contoh, teladan, guru dan
imam dalam sebuah keluarga maka sangat penting bila seorang laki-laki
yang akan bergelar suami mempunyai kebijakan yang matang dan memiliki
rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap apa yang dipimpinnya. Dan
kualitas seorang pemimpin dapat dilihat dari semua perbuatannya.
Suami
yang dewasa dan bertanggungjawab harus sadar bahwa pernikahan adalah
sebuah komitmen untuk menjalani kehidupan seumur hidup lengkap dengan
semua suka dukanya. Karena dia tahu perjalanan ke depan itu tidaklah
mudah, tidak semulus yang dibayangkan, penuh sandungan dan batu kerikil
dari yang kecil sampai yang besar. Dan seorang pemimpin yang bijaksana
dituntut untuk bisa mengatasinya dengan baik.
Meski
mendapatkan perempuan yang awalnya kurang baik tapi karena berada
dibawah pimpinan seorang lelaki yang baik dan bijaksana, lama-lama si
perempuanpun akan menjadi baik. Begitu sebaliknya.
Untuk
itu memperlakukan pasangan dengan baik dan benar jauh lebih penting
dari pada berusaha mendapatkan pasangan yang baik dan benar. Pernah
dengar kan istilah "suami seperti apa akan menghasilkan istri seperti
apa".
Dan yang namanya rumah tangga tentu kita sering
menemukan cekcok dan konflik dengan pasangan. Ntah itu karena soal
sepele atau masalah yang berat. Sebagai pasangan suami istri yang baik,
sangat perlu jika permasalahan itu diselesaikan dengan bijak.
Jika perselisihan dan beda pendapat atau beda prinsip itu mengarah pada perpisahan meski sudah berusaha dicarikan jalan keluar yang baik. Maka bisa jadi itulah jalan yang terbaik.
Bagi banyak orang, kegagalan dalam pernikahan merupakan sebuah keburukan. Padahal tidak selamanya gagal itu didefenisikan dengan buruknya akhlak seseorang. Saya pernah dengar ibu-ibu berceloteh "Menikah dua kali, kok gagal terus, apanya yang salah? Bisa jadi dianya berkelakuan buruk, mungkin banyak menuntut kali atau kurang bersyukur, orang kayak mana lagi sih yang mau dicari"
Sepintas mungkin ada benarnya, sudah menikah berkali-kali kok gagal terus. Tapi coba ditelisik lebih dalam lagi. Kita tak pernah tahu apa masalah yang membuat seseorang bercerai. Kalau menuntut pasangan sempurna tentu saja tidak ada manusia yang sempurna. Tapi coba bayangkan jika masalah yang ada itu membuat kedua pasangan itu memang tak bisa bertahan misalnya suami yang maniak seks, temperamen atau pejudi yang sampai menggadaikan harga diri? manusia mana yang bisa bertahan? Anggaplah mereka mampu bertahan beberapa waktu dan berharap akan ada perubahan yang lebih baik. Jika tidak?
Boleh saja orang beranggapan begitu jika melihat keseharian orang tersebut memang berkelakuan buruk. Misal suka keluyuran, mabuk-mabukkan, suka berzina dsb. Tapi jika di keseharian orang tersebut tampak tenang, soleh, santun, ramah dengan semua orang tentu anggapan semacam itu perlu dipertimbangkan lagi.
Jadi berhentilah beranggapan bahwa orang yang menikah lebih dari sekali itu buruk. Bisa jadi takdirlah yang membuat mereka berada di situasi seperti itu. Dan bisa jadi mereka belum menemukan jodoh yang tepat. Yang serasa, saling menyayangi, mencintai, menghormati, menghargai dan menerima apa adanya serta cocok saling mengisi satu sama lain. Dan ketika seseorang menemukan jodoh yang bermasalah bisa jadi seseorang itu belum menemukan jodoh yang tepat.
coretanpupu#
Comments
Post a Comment