femina.co.id |
Ketika ditaksir bos, bagaimana reaksimu? Senangkah, bahagiakah, atau malah musibah?
Saya punya pengalaman ketika masih bekerja. Waktu itu saya memutuskan pindah kerja karena merasa tidak nyaman dengan lingkungan kerja yang lama dan berharap lingkungan kerja yang baru ini lebih baik. Saat saya diterima dan bertatap muka dengan bos baru itu secara langsung semua masih biasa saja. Yah... seperti atasan dan bawahan sebagaimana mestinya. Dimana rasa takut dan gerogi memasuki lingkungan kerja yang baru membuat saya terkadang kikuk dan butuh adaptasi yang luar biasa.
Beberapa minggu berlalu, saya mulai terlibat aktif dengan seisi ruangan, mulai dari rekan sejawat, OB dan rekan dari bagian lain. Kala itu saya juga belum menikah.
Minggu berganti bulan, saya juga dekat dengan istri dan anak-anak bos. Kekhawatiran saya bermula ketika bos meminta saya untuk menemuinya lewat pintu belakang yang disampaikannya pada OB. Walau sedikit curiga saya berusaha menepis anggapan jelek tentang bos.
Setelah menemui bos yang terkesan rahasia itu saya jadi tahu bahwa bos menyukai saya dari caranya memandang saya dan cara bicaranya yang terkesan sedikit lebay. Tapi saya masih berusaha positiv thinking dengan hal itu. Padahal yang dibicarakan juga bukan yang berhubungan dengan kerja atau semacamnya tapi lebih kepada hal-hal pribadi dan seperti ingin mencari tahu jati diri saya sebenarnya.
Semua masih biasa hingga jadwal shiff saya yang tadinya hanya dua shiff diganti menjadi tiga shiff. Saya yang tadinya masuk kerja hanya pagi dan sore kini harus masuk malam untuk pertama kalinya. Saya masih tidak menaruh curiga pada bos terlebih rekan kerja juga sangat mendukung.
Namun kejadian pada malam itu membuat saya bergidik ngeri. Saya tidak menyangka jika bos saya sebegitu nekad terhadap saya.
Malam itu seperti biasa, ini sudah beberapa hari berlalu sejak saya dinas malam. Tepatnya jam 12 malam, pasien rawat jalan juga sudah sepi beberapa menit yang lalu. Apotek tempat saya bekerja juga sudah tidak menerima resep kecuali jika ada resep dari UGD. Saya dan teman saya waktu itu bersiap istirahat dan saya yang kebetulan belum sholat isya langsung bergegas untuk sholat memanfaatkan waktu yang ada. Mumpung sepi... Teman saya juga sepertinya keluar ruangan.
Selesai sholat, dan membereskan ruangan dari sisa-sisa kemasan dan racikan obat yang berserakan. Teman saya tidak kunjung masuk ruangan. Saya kemudian membentangkan kasur lipat yang memang sengaja disiapkan bagi kami yang dinas malam, jadi jika tidak ada resep yang masuk kami bisa beristirahat lagipula semua juga sudah beres.
Sambil tiduran berbantal lengan, saya masih melirik ke pintu memastikan apakah ada tanda-tanda teman saya akan masuk atau mengetuk pintu. Tapi sampai jam 2 dini hari teman saya juga tidak muncul, saya hubungi handphonenya juga tidak aktif. Saya curiga sekaligus khawatir, kemana dia?
Tanpa disadari saya ketiduran, dan saya terbangun karena merasakan ada yang mengelus kepala saya. Saya terbangun dan betapa terkejutnya saya melihat sosok yang sedang duduk persis di samping saya sambil nyengir dan mengatakan "Saya sayang sama kamu, maukah kamu dengan saya?"
Bagai disambar petir rasanya, saya memperhatikan sekeliling ruangan, teman saya juga tidak kelihatan. Saya meloncat setengah berlari menjauh dari sosok yang kini sangat saya takuti itu. Jantung saya seperti mau copot saja. Dengan jantung yang berdetak sangat kencang dan mulut yang gemeteran, saya paksakan diri untuk berkata "Bapak keluar dari ruangan ini atau saya teriak?" Nampak dia sangat gugup dan berkata "Ya, saya akan keluar" Meski sebenarnya saya lebih gugup dari dia.
Semenjak itu rasa mengantuk juga hilang saat itu juga. Bahkan mata saya tak bersemangat untuk terpejam. Yang ada hanya rasa ketakutan yang teramat sangat. Pikiran saya melayang memikirkan ntah sudah berapa lama dia memandang dan mengelus kepala saya. Ntah apa saja yang sudah terjadi diluar kesadaran saya. Apakah saya bermimpi atau berhalusinasi. Saya benar-benar tidak percaya. Saya lirik jam ternyata sudah jam 3 dini hari. Kalaupun saya pulang saat ini tentu sangat berbahaya jika saya pulang dengan angkot di jam segini.
Sampai pagi, ketika matahari belum sepenuhnya keluar, saya memutuskan untuk pulang tanpa ceklok dulu. Ya, saya kabur dan memutuskan untuk tidak lagi berurusan dengan klinik ini. Mudah-mudahan saya juga tidak pernah dipertemukan lagi dengan wajah itu.
Ya, itulah sekelumit cerita yang saya alami dengan bos. Ternyata perhatian bos yang menanyakan bagaimana kabar saya, apakah saya sudah makan, saya pulang naik apa, dan tawaran untuk memberi komisi pada saya, semua itu bagian dari tragedi yang terjadi pada malam itu. Dan gaji saya bulan itu tidak saya terima karena saya tidak mau berurusan dengannya. Kejadian itu tepat dua hari sebelum gajian. Meski sedikit dongkol tapi setidaknya saya lega karena lepas dari kandang singa.
Semua masih biasa hingga jadwal shiff saya yang tadinya hanya dua shiff diganti menjadi tiga shiff. Saya yang tadinya masuk kerja hanya pagi dan sore kini harus masuk malam untuk pertama kalinya. Saya masih tidak menaruh curiga pada bos terlebih rekan kerja juga sangat mendukung.
Namun kejadian pada malam itu membuat saya bergidik ngeri. Saya tidak menyangka jika bos saya sebegitu nekad terhadap saya.
Malam itu seperti biasa, ini sudah beberapa hari berlalu sejak saya dinas malam. Tepatnya jam 12 malam, pasien rawat jalan juga sudah sepi beberapa menit yang lalu. Apotek tempat saya bekerja juga sudah tidak menerima resep kecuali jika ada resep dari UGD. Saya dan teman saya waktu itu bersiap istirahat dan saya yang kebetulan belum sholat isya langsung bergegas untuk sholat memanfaatkan waktu yang ada. Mumpung sepi... Teman saya juga sepertinya keluar ruangan.
Selesai sholat, dan membereskan ruangan dari sisa-sisa kemasan dan racikan obat yang berserakan. Teman saya tidak kunjung masuk ruangan. Saya kemudian membentangkan kasur lipat yang memang sengaja disiapkan bagi kami yang dinas malam, jadi jika tidak ada resep yang masuk kami bisa beristirahat lagipula semua juga sudah beres.
Sambil tiduran berbantal lengan, saya masih melirik ke pintu memastikan apakah ada tanda-tanda teman saya akan masuk atau mengetuk pintu. Tapi sampai jam 2 dini hari teman saya juga tidak muncul, saya hubungi handphonenya juga tidak aktif. Saya curiga sekaligus khawatir, kemana dia?
Tanpa disadari saya ketiduran, dan saya terbangun karena merasakan ada yang mengelus kepala saya. Saya terbangun dan betapa terkejutnya saya melihat sosok yang sedang duduk persis di samping saya sambil nyengir dan mengatakan "Saya sayang sama kamu, maukah kamu dengan saya?"
Bagai disambar petir rasanya, saya memperhatikan sekeliling ruangan, teman saya juga tidak kelihatan. Saya meloncat setengah berlari menjauh dari sosok yang kini sangat saya takuti itu. Jantung saya seperti mau copot saja. Dengan jantung yang berdetak sangat kencang dan mulut yang gemeteran, saya paksakan diri untuk berkata "Bapak keluar dari ruangan ini atau saya teriak?" Nampak dia sangat gugup dan berkata "Ya, saya akan keluar" Meski sebenarnya saya lebih gugup dari dia.
Semenjak itu rasa mengantuk juga hilang saat itu juga. Bahkan mata saya tak bersemangat untuk terpejam. Yang ada hanya rasa ketakutan yang teramat sangat. Pikiran saya melayang memikirkan ntah sudah berapa lama dia memandang dan mengelus kepala saya. Ntah apa saja yang sudah terjadi diluar kesadaran saya. Apakah saya bermimpi atau berhalusinasi. Saya benar-benar tidak percaya. Saya lirik jam ternyata sudah jam 3 dini hari. Kalaupun saya pulang saat ini tentu sangat berbahaya jika saya pulang dengan angkot di jam segini.
Sampai pagi, ketika matahari belum sepenuhnya keluar, saya memutuskan untuk pulang tanpa ceklok dulu. Ya, saya kabur dan memutuskan untuk tidak lagi berurusan dengan klinik ini. Mudah-mudahan saya juga tidak pernah dipertemukan lagi dengan wajah itu.
Ya, itulah sekelumit cerita yang saya alami dengan bos. Ternyata perhatian bos yang menanyakan bagaimana kabar saya, apakah saya sudah makan, saya pulang naik apa, dan tawaran untuk memberi komisi pada saya, semua itu bagian dari tragedi yang terjadi pada malam itu. Dan gaji saya bulan itu tidak saya terima karena saya tidak mau berurusan dengannya. Kejadian itu tepat dua hari sebelum gajian. Meski sedikit dongkol tapi setidaknya saya lega karena lepas dari kandang singa.
Bagaimana menurut kamu? Apakah saya harus menerima saja cinta si bos dan menyambut belaiannya atau keluar dari pekerjaan? Yang pasti saya tidak ingin punya hubungan dengan suami orang. Saya juga tidak mau mengambil resiko dengan bertahan di sana. Bagaimanapun, bekerja di lingkungan yang lebih kondusif tentu lebih baik dan lebih nyaman. Dan kini saya memutuskan untuk kerja di rumah mengurus anak-anak dan keluarga saja.
puji saputri
puji saputri
Setuju dg pilihanmu mbaakkk,
ReplyDeleteJgn smpek deh berurusan sm laki org ya mbk, sereeemmm
Iya mbak, krj jd g tenang dan fikiran jg g tntram.
ReplyDeleteSetuju Mba', rejeki mah sudah ada yang ngatur. Nggak berkah nanti jadinya kalau sampai ganggu laki orang. Semoga dijauhin dari yang aneh2 gitu, Aamiin
ReplyDeleteIya mbak, betul bgt, worry... Makasi y mbk julia dan mbak inda :)
ReplyDeleteWaaahhh kalo namanya suami orang, mau bos kek, ga lah mba.. Jgn sampe nyakitin hati wanita lain yaa.. Kasian istrinya punya suami tipe begini.. :(
ReplyDeleteIya mbak, mudah2n suami kita jg gk kyk gni ya,,, kasihan istrinya :)
ReplyDeleteSaya setuju dgn keputusanmu mbak. Suami orang, big no.
ReplyDeleteIya mbak, nggak banget deh...
Deletejgn takut mba rezeki yg terbaik akan didapatkan astagfirullah aku kok emosi y bacanya pgn nampar tuh bos kurang ajar 😤 amit2 dg power boss bisa gitu manfaatin kondisi yg begini yg mestinya di bina..sakan hahaha sabar y mb
ReplyDeleteya mbak, saya kl ngikutin emosi ya pingin nampar juga saat itu juga mbak... hihi... org sabar disayang tuhan mbak... :)
ReplyDelete