rosasusan.com |
Nah bicara soal persahabatan lawan jenis, saya punya pengalaman tersendiri dengan suami orang. Dan setelah melalui waktu yang cukup panjang, saya beranikan menulis cerita tentang ini. Bukan saya tidak menghargai sebuah persahabat tapi lebih kepada menjaga diri dan perasaan.
Awalnya, ini bukanlah persahabatan, kami bertemu hanya sebagai teman dan rekan kerja. Karena intensitas ketemu yang sangat sering bahkan setiap hari membuat kami semakin akrab. Apalagi kami sama-sama berada di perantauan dan dari kampung yang sama. Ada banyak kesesuaian dan kecocokan dalam percakapan kami selama berteman.
Awalnya saya tidak merasa risih dengan statusnya yang sudah beristri dan punya seorang anak. Dan saya yang masih sendiri kala itu tak punya rasa apa-apa dengannya, just friend. Hingga saat cerita ini saya tulispun, saya tidak punya rasa sedikitpun dengannya. Tapi seiring berjalan waktu, dia sering cerita tentang rumah tangganya, mengeluh tentang istri dan anaknya dan tak jarang bicara tentang hubungannya dengan istri yang sudah tak harmonis.
Sebagai teman saat itu saya hanya membantu mengingatkan jika menurut saya pendapatnya keliru tentang wanita. Karena ketidakharmonisan rumah tangga itu tidak hanya semata-mata karena istri yang payah, tapi bisa jadi karena suami yang kurang perhatian.
Bertahun telah berlalu, saya pun menikah dengan lelaki yang juga temannya. Ucapan selamat juga meluncur lancar dari bibirnya. Tapi setelah sebulan menikah baru saya mengetahui bahwa dia sangat terpukul atas pernikahan saya. Saya mengetahui kebenaran itu dari cerita adik saya yang kala itu diajak keluar olehnya. Kebetulan adik saya juga dekat dengannya. Kata adik saya dia kacau sekali mendengar pernikahan saya.
Seberapa kacau? mungkin bisa seperti orang yang baru saja putus cinta, atau ditinggal kekasih menikah.
Tapi lambat laun saya merasakan bahwa segala bentuk perhatian, sapaan dan kedekatannya ternyata memang lebih dari sekedar teman.
Beberapa bulan terakhir ini saya memang sudah berusaha menjauh darinya. Bukan apa-apa, saya hanya ingin menjaga perasaan istrinya, menjaga diri saya dan memberi batasan padanya bahwa persahabatan ini sudah bukan seperti biasanya. Kenapa? karena persahabatan ini tidak lagi murni pertemanan tapi sudah melibatkan perasaan.
Bagaimana reaksinya? ya dia marah, dia kecewa, dia tidak menginginkannya. Dia masih ingin agar hubungan ini terus berlanjut seperti biasanya. Tapi saya merasa hubungan ini sudah luar biasa. Saya tidak mau menyakiti hati istrinya, saya juga tidak mau melukai hati suami saya. Saya merasa tidak pantas lagi untuk curhat, bercanda dan berbagi cerita dengan suami orang, meskipun dia sahabat yang sudah lama menemani dan mengisi kehidupan saya. Masak iya saya masih sms, teleponan, wa dan chatting dengan suami orang setiap ada kesempatan dan bercanda hanya untuk membahas hal-hal sepele yang seharusnya bisa lebih intens jika dibicarakan dengan pasangan masing-masing.
Memang, bisa saja dia berkelik jika ini bukanlah perselingkuhan, toh kami juga sudah terpisah jauh karena saya tidak lagi tinggal satu kota dengannya. Tapi siapa yang tahu dalam hati seseorang? dalamnya laut bisa diukur, dalamnya hati siapa yang tahu.
Tapi jawaban sebenarnya adalah karena saya takut. Takut apa?
Saya takut jika saya masuk ke dalam hatinya sehingga dia tidak lagi menomorsatukan istrinya. Saya takut dia mencintai saya dan mengkhayalkan tentang saya saat bersama istrinya. Saya takut terlibat dalam zina hati yang seharusnya tak perlu terjadi. Saya takut berdosa ketika dia mengkhayalkan diri saya dengan syahwat dan saat dia semakin mengkhayalkan saya maka semakin menumpuklah dosa saya karena telah membagi cinta yang seharusnya milik istrinya. Saya juga takut jika suami saya juga berbuat yang sama terhadap saya. Tentu hati saya akan sakit karenanya.
Saya pernah bertanya padanya tentang kejujuran hatinya apakah saya tidak sedikitpun ada di hatinya. Awalnya dia berkata tidak tapi akhirnya dia mengakui jika dia memang merasa rindu jika saya tak mengangkat telepon, atau tak membalas sms nya. Musibahlah bagi saya yang dicintai oleh suami orang.
Buat sahabat saya, ups mantan sahabat saya,,, maafkan saya... bukan saya tak menghargai persahabatan ini, bukan karena saya tak tahu balas budi, bukan karena saya ingin melupakanmu dan bukan karena saya membencimu tapi tolong mengertilah keadaan ini. Mungkin akan berbeda jika dirimu dan diriku masih sama-sama sendiri atau jika kita satu jenis kelamin sama-sama perempuan. Tapi kita sudah punya jalan masing-masing. Saya berharap pernikahanmu langgeng selamanya bersama istrimu. Istri yang sangat mencintaimu. Bersenang-senanglah dengan istri yang jelas sangat halal bagimu untuk melakukan apa saja. Berbahagialah bersama anak-anakmu. Jangan lagi kamu mengirimkan pesan kangen pada saya karena jika kamu kangen seseorang maka istrimulah yang lebih berhak kamu kangeni daripada saya.
Maaf jika persahabatan ini harus berakhir sampai di sini. Kau tetap sahabat yang sangat berarti bagi saya meski kita tak lagi bersama.
puji saputri
Seberapa kacau? mungkin bisa seperti orang yang baru saja putus cinta, atau ditinggal kekasih menikah.
Tapi lambat laun saya merasakan bahwa segala bentuk perhatian, sapaan dan kedekatannya ternyata memang lebih dari sekedar teman.
Beberapa bulan terakhir ini saya memang sudah berusaha menjauh darinya. Bukan apa-apa, saya hanya ingin menjaga perasaan istrinya, menjaga diri saya dan memberi batasan padanya bahwa persahabatan ini sudah bukan seperti biasanya. Kenapa? karena persahabatan ini tidak lagi murni pertemanan tapi sudah melibatkan perasaan.
Bagaimana reaksinya? ya dia marah, dia kecewa, dia tidak menginginkannya. Dia masih ingin agar hubungan ini terus berlanjut seperti biasanya. Tapi saya merasa hubungan ini sudah luar biasa. Saya tidak mau menyakiti hati istrinya, saya juga tidak mau melukai hati suami saya. Saya merasa tidak pantas lagi untuk curhat, bercanda dan berbagi cerita dengan suami orang, meskipun dia sahabat yang sudah lama menemani dan mengisi kehidupan saya. Masak iya saya masih sms, teleponan, wa dan chatting dengan suami orang setiap ada kesempatan dan bercanda hanya untuk membahas hal-hal sepele yang seharusnya bisa lebih intens jika dibicarakan dengan pasangan masing-masing.
Memang, bisa saja dia berkelik jika ini bukanlah perselingkuhan, toh kami juga sudah terpisah jauh karena saya tidak lagi tinggal satu kota dengannya. Tapi siapa yang tahu dalam hati seseorang? dalamnya laut bisa diukur, dalamnya hati siapa yang tahu.
Tapi jawaban sebenarnya adalah karena saya takut. Takut apa?
Saya takut jika saya masuk ke dalam hatinya sehingga dia tidak lagi menomorsatukan istrinya. Saya takut dia mencintai saya dan mengkhayalkan tentang saya saat bersama istrinya. Saya takut terlibat dalam zina hati yang seharusnya tak perlu terjadi. Saya takut berdosa ketika dia mengkhayalkan diri saya dengan syahwat dan saat dia semakin mengkhayalkan saya maka semakin menumpuklah dosa saya karena telah membagi cinta yang seharusnya milik istrinya. Saya juga takut jika suami saya juga berbuat yang sama terhadap saya. Tentu hati saya akan sakit karenanya.
Saya pernah bertanya padanya tentang kejujuran hatinya apakah saya tidak sedikitpun ada di hatinya. Awalnya dia berkata tidak tapi akhirnya dia mengakui jika dia memang merasa rindu jika saya tak mengangkat telepon, atau tak membalas sms nya. Musibahlah bagi saya yang dicintai oleh suami orang.
Buat sahabat saya, ups mantan sahabat saya,,, maafkan saya... bukan saya tak menghargai persahabatan ini, bukan karena saya tak tahu balas budi, bukan karena saya ingin melupakanmu dan bukan karena saya membencimu tapi tolong mengertilah keadaan ini. Mungkin akan berbeda jika dirimu dan diriku masih sama-sama sendiri atau jika kita satu jenis kelamin sama-sama perempuan. Tapi kita sudah punya jalan masing-masing. Saya berharap pernikahanmu langgeng selamanya bersama istrimu. Istri yang sangat mencintaimu. Bersenang-senanglah dengan istri yang jelas sangat halal bagimu untuk melakukan apa saja. Berbahagialah bersama anak-anakmu. Jangan lagi kamu mengirimkan pesan kangen pada saya karena jika kamu kangen seseorang maka istrimulah yang lebih berhak kamu kangeni daripada saya.
Maaf jika persahabatan ini harus berakhir sampai di sini. Kau tetap sahabat yang sangat berarti bagi saya meski kita tak lagi bersama.
puji saputri
Bener mba.. Ga sepatutnya sih kita bersahabat dengan suami orang , apalagi si suami jelas2 mengakui dia ada rasa.. Aku jg bakal memilih utk stop berhubungan.. Jgn sampelah yaa kita nyakitin hati wanita lain :(
ReplyDeleteIya mbak, andai kita di posisi istrinya kan kasian... Kita sama ngerti perasaan wanita. Thanks ya mbak...
ReplyDeleteBetul mba, kekhawatiran akan mengganggu rmh tangga org itu memang sangat perlu. Ngebayangin kalo kita di posisi istrinya
ReplyDeleteIya mbak, nggak enak banget jd incaran curhat suami orang, kita saja khawatir apalagi istrinya.
DeleteBener! Ketimbang keburu didamprat sama istrinya. Mendingan jaga jarak dari sekarang. :)
ReplyDeleteBener mbak, ngeri juga ngebayanginnya, :)
DeleteSetuju. Semenjak menikah saya juga lebih membatasi mengobrol dengan lawan jenis, baik itu yang sudah menikah ataupun yang belum menikah. Lebih menjaga perasaan pribadi saya sih. Saya tidak peduli apa yang dirasakan orang lain orang lain (terutama lawan jenis) pada saya, tapi saya tau saya harus menjaga perasaan saya sendiri agar tidak jatuh pada yang namanya "perselingkuhan". Karena selingkuh itu biasanya diawali oleh curhat kepada lawan jenis. Saya menjaga jangan sampai saya merasa nyaman curhat pada orang lain selain suami. Kalau merasa tidak nyaman curhat pada suami sendiri saya memilih untuk menuliskannya di buku. Kalau ngobrol sebenarnya boleh kan ya, tapi hanya yang "benar-benar penting" saja. Saya sendiri merasa risih kalau ada lawan jenis yang curhat pada saya (setelah saya menikah). Apalagi kalau curhatnya tentang masalah rumah tangga. Saya lebih cenderung menggunakan pikiran daripada hati. Jadi bukannya merasa kasihan pada laki-laki itu, tapi saya malah berpikir "Ko bisa-bisanya dia mengumbar aib istrinya sendiri kepada orang lain? Bukankah seharusnya suami-istri itu saling menutupi aib pasangannya? Suami-istri itu kan diibaratkan seperti pakaian yang saling menutupi kekurangan. Setiap orang pasti punya kekurangan termasuk pasangan kita. Untung saya bukan istrinya. Kalau saya jadi istrinya, kemungkinan besar dia juga akan mengumbar aib saya pada orang lain." Saya juga pernah keceplosan menceritakan kekurangan suami sih pada ibu-ibu, makanya saya jarang ngumpul bareng ibu-ibu soalnya bawaannya memang suka pengen "ngomongin" orang lain terutama suami masing-masing. Nyeritain ke ibu-ibu aja bahaya, apalagi kalau sama lawan jenis, akan "sangat-sangat berbahaya". Kita akan merasa lebih nyaman curhat dengan orang lain daripada dengan pasangan sendiri. Waspadalah! Waspadalah! (Noted to my self)
ReplyDeleteBetul mbak, apalgi jika suaminya itu prnah bilang kl dia menyukai kita, merindukan kita, bahaya kan? Mending jaga hub masing2 dg pasangan msg2, takut dosa saya mah! :)
ReplyDeleteBetul mb.
ReplyDeleteRasanya jika kita diposisi istrinya atau jika dibalik ceritanya dan kita diposisi suami pasti akan terluka hati dan perasaan. Atau malah kepercayaan yang diberikan juga pasti berkurang.
Betul mb.
ReplyDeleteRasanya jika kita diposisi istrinya atau jika dibalik ceritanya dan kita diposisi suami pasti akan terluka hati dan perasaan. Atau malah kepercayaan yang diberikan juga pasti berkurang.
betul banget mbak, makasi ya udh berkunjung :)
ReplyDelete