Beberapa hari ini aku tidak semangat lagi untuk menulis, ntah kenapa...
Hari ini aku merasa ada sesuatu yang lebih penting dari sekedar hanya menulis.
Aku menatap nanar layar hitam kotak yang berada tepat di depanku tapi aku tidak tahu harus menulis apa.
Pikiranku kosong, menerawang ntah kemana.
Di dalam benakku berseliweran gambaran nyata tentang pedihnya hidup yang dialami saudara kita di Aleppo, Suriah dan Myanmar.
Dan mungkin banyak lagi yang bernasib sama hanya saja tidak terekspos.
Melihat penderitaan mereka nafsu makanku seketika itu langsung menghilang.
Apalagi melihat ada anak yang sampai makan rumput untuk mengisi perut mereka.
Aku membayangkan bagaimana jika anak itu adalah anak-anakku, aku tak sanggup menghadapinya. Membayangkannya saja aku tidak ingin.
Dan mungkin banyak lagi yang bernasib sama hanya saja tidak terekspos.
Melihat penderitaan mereka nafsu makanku seketika itu langsung menghilang.
Apalagi melihat ada anak yang sampai makan rumput untuk mengisi perut mereka.
Aku membayangkan bagaimana jika anak itu adalah anak-anakku, aku tak sanggup menghadapinya. Membayangkannya saja aku tidak ingin.
Hati dan pikiranku seperti sedang bergolak,
Pikiranku yang tadinya punya banyak ide brilliant yang rencananya akan ku tulis serta merta jadi buram menjadi susunan-susunan huruf yang berserakan dan bertebaran di ruang hampa gelap gulita dalam benakku.
Tanpa mampu ku rangkai kembali menjadi kata-kata.
Ada apa denganku?
Pikiranku yang tadinya punya banyak ide brilliant yang rencananya akan ku tulis serta merta jadi buram menjadi susunan-susunan huruf yang berserakan dan bertebaran di ruang hampa gelap gulita dalam benakku.
Tanpa mampu ku rangkai kembali menjadi kata-kata.
Ada apa denganku?
Bagaimana tidak?
Aku masih bisa makan enak, memakai pakaian yang bagus, membeli apapun kebutuhanku, membelanjakan anak-anak, masih bisa makan tiga kali sehari walau dengan lauk seadanya. Sedangkan mereka...
Jangankan untuk kebutuhan lain-lain, untuk makan saja mereka harus memungut makanan yang berserakan di jalan.
Astaghfirullah... aku merasa berdosa karena tidak bisa melakukan apa-apa untuk menolong mereka.
Aku masih bisa makan enak, memakai pakaian yang bagus, membeli apapun kebutuhanku, membelanjakan anak-anak, masih bisa makan tiga kali sehari walau dengan lauk seadanya. Sedangkan mereka...
Jangankan untuk kebutuhan lain-lain, untuk makan saja mereka harus memungut makanan yang berserakan di jalan.
Astaghfirullah... aku merasa berdosa karena tidak bisa melakukan apa-apa untuk menolong mereka.
Hatiku berontak memaki diriku sendiri.
Aku masih asyik belanja pakaian, bahkan ada banyak pakaian yang belum terpakai dan juga ada yang hanya baru sekali dipakai lalu selanjutnya menumpuk di lemari.
Aku sibuk memperindah rumah, membeli barang dan heboh dengan penataan perabot ini dan itu, bahkan kadang merasa tak puas dengan perabot yang sudah ada karena merasa sudah kuno lah, sudah kusam lah, sudah tak elegan lagi lah, sudah ketinggalan zaman lah dan bla bla bla... yang akhirnya hanya menumpuk di gudang.
Aku masih sesukanya membeli kosmetik-kosmetik mahal yang bahkan hanya jadi sampah di meja riasku karena jarang terpakai.
Aku sibuk belanja sepatu dan perhiasan mahal yang hanya menjadi hiasan tak berarti di lemariku. Sementara di sana... mereka meronta, kesakitan, kehilangan dan kelaparan.
Aku masih asyik belanja pakaian, bahkan ada banyak pakaian yang belum terpakai dan juga ada yang hanya baru sekali dipakai lalu selanjutnya menumpuk di lemari.
Aku sibuk memperindah rumah, membeli barang dan heboh dengan penataan perabot ini dan itu, bahkan kadang merasa tak puas dengan perabot yang sudah ada karena merasa sudah kuno lah, sudah kusam lah, sudah tak elegan lagi lah, sudah ketinggalan zaman lah dan bla bla bla... yang akhirnya hanya menumpuk di gudang.
Aku masih sesukanya membeli kosmetik-kosmetik mahal yang bahkan hanya jadi sampah di meja riasku karena jarang terpakai.
Aku sibuk belanja sepatu dan perhiasan mahal yang hanya menjadi hiasan tak berarti di lemariku. Sementara di sana... mereka meronta, kesakitan, kehilangan dan kelaparan.
Aku melongok ke jendela, menikmati pemandangan rintikan hujan yang turun satu-satu.
Aku tersadar ada banyak tetanggaku yang luput dari perhatianku selama ini.
Mereka yang selama ini tak pernah kuperhatikan.
Aku teringat juga pada beberapa anggota keluargaku yang kurang beruntung.
Batinku yang terketuk karena kesengsaraan yang dialami saudaraku yang berada nun jauh di sana membuatku sadar ada banyak saudaraku di sini, di sekitarku yang juga membutuhkan uluran tangan.
Meski aku tak lebih baik dari mereka.
Kemana saja aku selama ini?
Alangkah lebih baik aku bersedekah pada keluarga, tetangga dan orang yang tak mampu dari pada aku menumpuk pakaian, hijab, barang dan perhiasan.
Alangkah lebih baik aku berbagi makanan dengan tetangga, keluarga dan mereka dari pada aku royal membeli makanan dan berakhir di keranjang sampah.
Alangkah lebih baik aku menghabiskan waktu senggangku untuk mengaji, berzikir, memahami isi Al-Quran dari pada menulis artikel di blog dan memegang gadget untuk upload status di media sosial.
Astaghfirullah... kemana saja aku selama ini?
Apakah hartaku, pakaianku, perhiasanku dan semua like pada postinganku yang akan menerangi jalanku di akhirat kelak?
Ah Tidak! tidak mungkin...
Justru semua itu hanya akan menjadi saksi atasku.
Aku yang lalai karena terlalu sibuk menulis sehingga mengulur waktu sholatku.
Aku yang lengah karena terlena oleh kenikmatan dunia tanpa mengingat akhirat yang sudah diambang pintu.
Aku yang terlupa oleh kesibukan dunia tanpa berpikir untuk mengumpulkan amal akhiratku.
Aku yang masih berkutat di depan komputer memainkan kursor dan keyboard hingga tengah malam sehingga melupakan sujud di sepertiga malamku.
Aku lupa surat dan ayat Al-Quran yang mana yang terakhir ku baca waktu itu.
Aku lebih sering mendengar musik dunia dari pada lantunan ayat suci.
Aku lebih sering memegang gadget dari pada Al-Quranku.
Aku lebih banyak menumpukkan harta benda, pakaian dan semacamnya dari pada menumpuk bekal akhiratku.
Aku lebih sering mengumpat, menggosip dan berkata tidak sopan dari pada mengucapkan dzikir.
Aku lebih banyak tidur, bermalas-malasan dari pada berbuat kebajikan.
Astaghfirullah... aku benar-benar rugi telah menyia-nyiakan waktuku.
Keindahan, kenikmatan dunia ini hanya sementara.
Padahal padang mahsyar telah menunggu.
Di sana lah hidup yang sebenar-benarnya.
Apa yang akan kujawab di dalam kubur nanti.
Apa yang menerangi jalanku nanti.
Apa yang memudahkan kepergianku nanti.
Apa yang memberatkan timbangan kebaikanku nanti.
Apa amal jariyah yang akan terus mengalir untukku nanti.
Sementara setiap apapun aku harus mempertanggungjawabkannya nanti.
Hanya amal ibadah yang bisa kubawa nanti.
Harta benda itu takkan bisa kubawa mati.
Jantungku berdetak sangat kencang, Air mataku meleleh.
Tulang-tulangku seperti tak mampu lagi menopang tubuhku yang mulai lunglai.
Langkahku gontai saat mulai berjalan menuju-Mu.
Memohon maaf atas kelalaianku, kekhilafanku.
Semoga belum terlambat.
Semoga saja pintu itu masih terbuka untukku.
Berharap pengampunan yang maha luas dari-Mu
Aamiin...
puji saputri
Aku tersadar ada banyak tetanggaku yang luput dari perhatianku selama ini.
Mereka yang selama ini tak pernah kuperhatikan.
Aku teringat juga pada beberapa anggota keluargaku yang kurang beruntung.
Batinku yang terketuk karena kesengsaraan yang dialami saudaraku yang berada nun jauh di sana membuatku sadar ada banyak saudaraku di sini, di sekitarku yang juga membutuhkan uluran tangan.
Meski aku tak lebih baik dari mereka.
Kemana saja aku selama ini?
Alangkah lebih baik aku bersedekah pada keluarga, tetangga dan orang yang tak mampu dari pada aku menumpuk pakaian, hijab, barang dan perhiasan.
Alangkah lebih baik aku berbagi makanan dengan tetangga, keluarga dan mereka dari pada aku royal membeli makanan dan berakhir di keranjang sampah.
Alangkah lebih baik aku menghabiskan waktu senggangku untuk mengaji, berzikir, memahami isi Al-Quran dari pada menulis artikel di blog dan memegang gadget untuk upload status di media sosial.
Astaghfirullah... kemana saja aku selama ini?
Apakah hartaku, pakaianku, perhiasanku dan semua like pada postinganku yang akan menerangi jalanku di akhirat kelak?
Ah Tidak! tidak mungkin...
Justru semua itu hanya akan menjadi saksi atasku.
Aku yang lalai karena terlalu sibuk menulis sehingga mengulur waktu sholatku.
Aku yang lengah karena terlena oleh kenikmatan dunia tanpa mengingat akhirat yang sudah diambang pintu.
Aku yang terlupa oleh kesibukan dunia tanpa berpikir untuk mengumpulkan amal akhiratku.
Aku yang masih berkutat di depan komputer memainkan kursor dan keyboard hingga tengah malam sehingga melupakan sujud di sepertiga malamku.
Aku lupa surat dan ayat Al-Quran yang mana yang terakhir ku baca waktu itu.
Aku lebih sering mendengar musik dunia dari pada lantunan ayat suci.
Aku lebih sering memegang gadget dari pada Al-Quranku.
Aku lebih banyak menumpukkan harta benda, pakaian dan semacamnya dari pada menumpuk bekal akhiratku.
Aku lebih sering mengumpat, menggosip dan berkata tidak sopan dari pada mengucapkan dzikir.
Aku lebih banyak tidur, bermalas-malasan dari pada berbuat kebajikan.
Astaghfirullah... aku benar-benar rugi telah menyia-nyiakan waktuku.
Keindahan, kenikmatan dunia ini hanya sementara.
Padahal padang mahsyar telah menunggu.
Di sana lah hidup yang sebenar-benarnya.
Apa yang akan kujawab di dalam kubur nanti.
Apa yang menerangi jalanku nanti.
Apa yang memudahkan kepergianku nanti.
Apa yang memberatkan timbangan kebaikanku nanti.
Apa amal jariyah yang akan terus mengalir untukku nanti.
Sementara setiap apapun aku harus mempertanggungjawabkannya nanti.
Hanya amal ibadah yang bisa kubawa nanti.
Harta benda itu takkan bisa kubawa mati.
Jantungku berdetak sangat kencang, Air mataku meleleh.
Tulang-tulangku seperti tak mampu lagi menopang tubuhku yang mulai lunglai.
Langkahku gontai saat mulai berjalan menuju-Mu.
Memohon maaf atas kelalaianku, kekhilafanku.
Semoga belum terlambat.
Semoga saja pintu itu masih terbuka untukku.
Berharap pengampunan yang maha luas dari-Mu
Aamiin...
puji saputri
Comments
Post a Comment