Apa itu self-esteem?
Self-esteem (harga diri) dapat diartikan bahwa penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang sifatnya tidak diungkapkan dalam artian harga diri dapat menggambarkan sejauh mana seseorang mampu menilai dirinya sendiri sebagai orang yang memiliki kemampuan, berharga dan berkompeten serta merasa dirinya berarti bagi orang lain.
Self-esteem (harga diri) dapat diartikan bahwa penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang sifatnya tidak diungkapkan dalam artian harga diri dapat menggambarkan sejauh mana seseorang mampu menilai dirinya sendiri sebagai orang yang memiliki kemampuan, berharga dan berkompeten serta merasa dirinya berarti bagi orang lain.
Self-esteem tidak hanya dimiliki oleh orang dewasa saja lo, anak-anak juga memiliki self-esteem. Bagaimana cara mengetahuinya? Ada tiga cara bagi seorang anak untuk mendapatkan sumber self-esteem (harga diri) :
Pertama : Anak mendapatkannya dari bahasa tubuh orang tuanya.
Menurut T. Berry Brazelton, M.D., seorang guru besar pensiunan pedriatrics di Harvard Medical School. Self-esteem pada anak sudah berkembang sejak pertama kali dia dilahirkan. Bayi yang baru lahir sudah mengerti dan bisa memahami bahwa dia sangat dicintai yang didapatkannya melalui bahasa tubuh orang tuanya.
Misalkan : Saat ibu baru saja melahirkan anaknya ke dunia. Kebanyakan kaum ibu pasti langsung memandang, mencium dan menyentuh bayinya. Dan untuk kondisi ibu yang sudah agak pulih, ibu pasti akan memeluk dan membisikkan sesuatu ke telinga bayinya "terima kasih sayang kamu telah hadir ke dalam kehidupan bunda, kamu memang luar biasa." Maka pada saat itulah jantung bayi akan berdetak lebih cepat, matanya akan membesar dan lebih berbinar, wajahnya semakin lembut dan manja. Dan untuk itu seluruh tubuhnya ikut merespon dengan meringkukkan tubuhnya dalam pelukan ibunya.
Pernah dengar nggak cerita seorang bayi yang dilahirkan dalam keadaan tak bernyawa namun saat ibunya memeluk bayinya dan meletakkan si bayi di atas dada si ibu, dengan posisi jantung bayi tepat berada di atas jantung ibu, sambil mengusap-usap dan membisikkan sesuatu ke telinga bayinya, akhirnya jantung si bayi dapat berdetak kembali. Si bayi kemudian menangis karena terpicu oleh detak jantung dan bahasa tubuh si ibu.
Saya sendiri juga selalu begitu jika sedang menggendong bayi saya. Mungkin itu yang dinamakan naluri keibuan kali ya,,, Tanpa sadar ibu akan langsung mengusap pipinya, dahinya, alisnya dan mencium serta memeluknya dengan sepenuh cinta.
Ketika anak diajak berbicara dan bercanda maka bayi akan meresponnya dengan mengeluarkan suara sambil memandang kita. Seolah dia mengerti dengan apa yang kita bicarakan.
Saat bayi merasa penting dan diperhatikan itulah bayi mulai mengembangkan apa yang dinamakan kecerdasan emosional dan disitulah tumbuh self-esteem untuk pertama kalinya yang dia dapatkan dari cinta tak bersyarat kedua orang tuanya.
Kedua : Anak mendapatkannya sewaktu dia mulai tumbuh dan mempelajari hal baru.
Misalkan : Prestasi yang dia rasakan saat belajar tengkurap, duduk dan berjalan. Berkali-kali dia akan terbalik ke belakang karena berusaha mengangkat kepalanya yang masih terasa berat, terjengkang saat berusaha duduk, terjatuh saat mencoba berdiri dan berjalan. Namun saat dia berhasil wajahnya akan sumringah seakan-akan dia mengatakan bahwa "aku bisa." "Aku bisa melakukannya sendiri."
Saya selalu mendampingi bayi saya saat dia belajar tengkurap, duduk dan berjalan. Sambil terus memberi semangat dengan mengatakan "Ayo nak, kamu bisa, lagi, lagi." Menikmati setiap perkembangannya dari hari ke hari memberi kepuasan tersendiri bagi saya. Prestasinya juga prestasi buat saya. Makanya saya tidak ingin meninggalkan anak saya sedikitpun apalagi menitipkannya pada baby sister. Rasanya sayang jika saya harus melewatkan moment penting itu begitu saja. Karena semua takkan pernah terulang lagi.
Tetapi rasa kepuasan itu tentu akan berbeda dengan anak yang terbiasa dibantu. Jika anak sering dibantu maka ekspresi anak saat dia berhasil tentu akan datar-datar saja. Karena dia merasa tidak melakukannya sendiri karena dibantu orang lain.
Saya juga sering merasa kasihan saat melihatnya harus terbalik berkali-kali, terjengkang berulang kali dan sering terjatuh saat dia mencoba berdiri. Dan rasa kasihan, cemas itu kerap datang dan seolah memaksa naluri saya untuk menolongnya. Tapi saya mencoba melawannya dan lebih fokus untuk menyemangatinya agar berusaha lagi dan lagi. Hingga akhirnya dia berhasil dengan kemampuannya sendiri.
Ketiga : Disiplin diri sendiri
Mengajari anak untuk mengontrol dirinya sendiri atau yang biasa disebut dengan disiplin ini memerlukan sebuah komitmen yang berkesinambungan. Dan itu harus diajarkan oleh orang tua di rumah. Buat anak tahu kapan harus mengendalikan diri agar dia merasa aman dan nyaman dengan dirinya sendiri.
Misalkan : Saat ibu melarang anak untuk menaiki tangga, Katakan dengan tegas bahwa "kamu tidak boleh naik tangga, kamu bisa jalan lewat pintu di sampingnya." Hal ini dapat memberi pesan pada anak bahwa dia lebih aman jika lewat pintu dan tidak naik tangga.
Contoh lain : Ketika anak belum juga tidur sementara jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, katakan dengan tegas pada anak bahwa dia harus tidur karena besok akan bangun pagi-pagi untuk sholat subuh dan berangkat ke sekolah. Pesan yang dapat diberikan padanya yaitu kalau dia tidak segera tidur maka dia akan kesiangan dan akan mengantuk di sekolah nanti. Dan tidak konsentrasi lagi mengikuti pelajaran.
Contoh sepele lainnya : Sebelum tidur malam, pastikan pada anak untuk menyiapkan semua perlengkapan sekolahnya. Karena kalau ada yang ketinggalan maka dia akan dihukum di sekolah, berdiri di depan kelas hanya karena buku PR tertinggal di rumah.
Mungkin sebagian ibu akan salah pengertian bahwa dengan banyaknya aturan self-esteem akan membuat anak menjadi manja atau egois. Padahal justru manja dan bandel itu disebabkan oleh self-esteem yang rendah. Sehingga dia merasa tidak yakin dan tidak aman. Karena dia tidak tahu batasan dalam berbuat. Anak yang manja hanya butuh batasan dari orang tua dengan mengatakan "sudah cukup!"
Oleh karena itu jika ingin self-esteem anak berkembang dengan optimal maka buat anak merasakan kegagalan dulu. Saat anak merasakan stres dan frustasi maka disitulah sebuah proses dan pembelajaran datang secara bersamaan dalam setiap keterampilan baru. Dengan demikian anak akan merasakan keberhasilan dengan caranya sendiri dari proses yang cukup melelahkan itu. Anak butuh merasakan yang namanya kegagalan. Gagal dulu sebelum dia berhasil agar dia tumbuh menjadi anak yang mandiri dan percaya diri sehingga harga dirinya akan semakin terbentuk.
Anak yang dicintai tanpa syarat yang dilatih untuk menguasai setiap keterampilan baru dalam hidupnya secara mandiri dengan memberikan batasan maka anak akan tumbuh menjadi anak yang percaya pada kemampuannya untuk meraih apapun cita-citanya. Dia juga bahagia pada dirinya sendiri dan termotivasi dalam belajar di sekolah. Lebih peduli dan perhatian pada orang lain dan lingkungan sekitarnya. Dia juga telah siap menghadapi kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan dihadapinya dalam menjalani kehidupannya kelak.
Sebagai orang tua khususnya sebagai seorang ibu, kita tentunya menginginkan anak kita tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan percaya diri dengan self-esteem yang baik.
Baca juga :Jika anak memiliki self-esteem yang rendah
puji saputri
photo by : bayi7.com
photo by : bayi7.com
mbk, jd self esteem ini kudu mulai dibangun sedini mungkin ya mbk ? aku jg mau ah bentuk self esteem ke si kecil ken, tengkiu sharenya ya mbk
ReplyDeleteiya sama-sama mbak, semoga si kecil ken tumbuh menjadi anak yang membanggakan ya,,, titip salam buat si kecil Ken ya,,,
ReplyDeleteNice sharing mbak, jd lbh tau bgmn cara bisa ngembangin self esteem anak TFS :)
ReplyDeletesama-sama mbak, yuk kita sama-sama belajar ;)
ReplyDeleteJadi emang harus dibangun sedini mungkin ya mba. Thanks sharingnya..
ReplyDeletesama-sama mbk :)
ReplyDelete