i1.wp.com |
Pagi itu libur sekolah, sebenarnya dua jam yang lalu aku sudah mandi bersama ayah dan kakak di sumur yang berada di belakang rumah.
Kebetulan di sana juga ada anak sungai yang airnya jernih. Namun airnya tidak terlalu deras dan dalamnya juga hanya sebetis orang dewasa. Bisa dikatakan sangat dangkal bahkan bisa melintasi anak sungai itu dengan sesuka hati. Batunya juga tidak terlalu besar jadi memudahkan kami untuk bermain di sungai. Sungai itulah yang kami gunakan untuk buang air atau sebagai wc kami. Di sepanjang sisi sungai sebelah sana terdapat sebuah tebing yang tingginya kira-kira 2m. Sementara di sisi satunya hanya ada sesemakan yang tidak pernah dicabut atau dibersihkan. Beberapa meter dari tepi sungai, di situlah terdapat sumur yang kami gunakan untuk mandi. Karena air sungai yang kecil tidak memungkinkan untuk kami mandi.
Ntah kenapa saat itu aku ingin buang air dan setelah pamitan dengan ibu aku segera berlari ke sungai untuk menunaikan hajadku. Aku berjongkok di atas batu yang posisinya bersebelahan. Batu itu juga tidak terlalu tinggi. Setelah selesai dan membersihkan diri aku tidak langsung memakai celana dalamku lagi. Aku masih ingin bermain air dan mengambil beberapa kerikil yang berada di dasar sungai di depanku. Aku masih berjongkok sambil menghambur-hamburkan air sungai itu ke atas. Aku tertawa dan senang saat air itu jatuh ke kepalaku seolah diguyur hujan. (Ya namanya juga anak kecil, semua bisa dijadikan mainan). Saat aku melihat ke belakang nampaklah sebuah benda hitam panjang menjuntai dari atas tebing. Kuperhatikan agak lama benda itu hanya diam saja dan aku berfikir itu adalah ikat pinggang. Karena benda itu memang sangat mirip dengan ikat pinggang yang dipakai ayah. Dalam hati aku berfikir "Ada ikat pinggang bagus kayaknya, nanti aku ambil ah... kan bisa dipakai ayah nanti, lagi pula ikat pinggang ayah juga sudah jelek."
Sambil terus bermain air dan batu kerikil aku kembali melihat ke belakang teringat apakah ikat pinggang itu masih ada di sana. Ternyata ikat pinggang itu sudah tidak ada. Aku melongok dengan berdiri agak membungkuk sedikit untuk memastikan apakah ikat pinggang itu terjatuh ke bawah. Tapi tidak ada dan akupun berfikir ikat pinggang itu sudah hanyut.
Aku jongkok lagi dan masih terus melanjutkan bermain air dan melemparkan batu-batu kerikil itu ke depan. Saat aku hendak mengambil batu yang letaknya berada tepat di bawah kakiku aku melihat ada dua buah bola kecil berwarna hijau lumut dengan warna hitam sedikit cembung di bagian tengah bola itu. Tapi aku tidak takut karena aku berfikir itu adalah kelereng. Karena memang mirip sekali dengan kelereng. Aku masih terus melempar batu. Ketika aku melihat lagi ke bawah betapa terkejutnya aku saat terlihat dengan jelas ada sepasang mata yang sedang menatapku tajam dari bawah sana, kuperhatikan dengan seksama ternyata ada mulut dan lidah yang panjang sedang menjulur-julur ke arahku. Barulah saat itu aku menyadari itu adalah seekor ular. Ular itu berada hanya 10 cm di bawah selangkangku karena posisiku yang masih jongkok.
Dalam waktu yang bersamaan, ayah datang sambil membawa bambu dan teriak memanggil namaku dengan sangat keras. "Nduuuuk.... lariiiiiiii" teriak ayah sambil mengarahkan bambu itu ke arahku. Aku langsung berlari dengan sangat kencang menaiki gundukan tanah berumput di tepi sungai sambil menarik celanaku yang belum terpasang tadi. Ayah melempar bambu itu dan aku berlari semakin kencang tanpa melihat lagi ke belakang. Ayah juga berlari mengejarku dan langsung memelukku erat. "Kamu nggak apa-apa sayang?" Aku menggeleng karena aku tidak bisa berkata apa-apa dan jantungku juga berdebar sangat kencang, mungkin bibirku juga pucat. Ayah menggendongku dan kupeluk erat leher ayah sampai ke rumah.
Sampai di rumah aku tidak dimarahi. ibu ternyata juga histeris dan menjerit melihatku dari balik jendela rumah. Ibu memelukku dan menasehatiku agar tidak lagi main di sungai. Kalau mau ke sungai biar nanti ditemani ibu atau ayah. Dan aku tidak boleh ke sungai seorang diri.
Setelah aku remaja dan memiliki tiga orang adik laki-laki barulah ayah cerita padaku dan mengatakan "Kalau kamu digigit ular waktu itu mungkin ayah tak punya anak perempuan lagi." Karena Allah hanya menitipkan satu anak perempuan pada ayah, yaitu aku. Dari cerita ayah aku baru tahu bahwa ketika aku berlari waktu itu jarak antara mulut ular dan kaki belakangku hanya 5 cm saja. Ular itu lari karena bambu yang dilemparkan ayah waktu itu.
Andai ular mengigitku waktu itu mungkin nyawaku tidak tertolong lagi dan aku mungkin tak bisa menulis untuk berbagi cerita ini di sini. Alhamdulillah... Allah masih memberiku keselamatan.
Baca juga : Sepenggal kisah dari kandang sapi.
Rahasia di balik kue yang tak laku.
puji saputri
Comments
Post a Comment