Skip to main content

Sepenggal Kisah Dari Kandang Sapi




Saya tidak tahu harus mulai dari mana. Semua orang pasti punya pengalaman di masa kecil. Ntah itu pengalaman pahit atau manis. Berikut saya akan menulis pengalaman kecil yang sangat berkesan hingga saat ini. saya menulis ini hanya untuk mengingat masa lalu saya yang nanti juga akan saya ceritakan kepada anak-anak saya bagaimana susahnya kehidupan emaknya dulu. Begini lo pahitnya hidup emak dulu. Nggak seperti anak jaman sekarang yang hidupnya hanya tinggal minta doang. sebenarnya nggak pingin juga sih melibatkan kehidupan anak sama seperti emaknya dulu. "Biarlah emak aja yang susah, kamu jangan..." gitu kata hati saya. Tapi nyatanya anak yang tumbuh dari tempaan pengalaman hidup yang pahit justru mampu menjelma menjadi sosok pribadi yang mandiri dan dewasa.

Cerita ini juga sebuah tamparan buat saya,
untuk mengingatkan saya agar selalu mawas diri dan tidak keluar dari batas keegoan dengan lahirnya kesombongan. "Mbok ya tau diri lah, dulu saya kayak apa?." Mudah-mudahan kita semua dijauhkan dari sifat itu ya... Aamiin...

Saya dibesarkan dalam keluarga yang sangat sederhana. Orang tua saya sangat keras dalam mendidik anak-anaknya. Saya anak yang pendiam, sejak TK saya memang kurang pandai berteman. Bila punya teman itupun hanya beberapa orang saja dan kebanyakan laki-laki. Tak banyak yang bisa saya ingat ketika masih TK, yang saya paling ingat waktu itu adalah ketika Bu Guru tidak menyertakan saya untuk ikut acara pawai dan lomba menari. Mereka bilang saya terlalu manja, takut kalau saya tiba-tiba nangis bila kecapekan nanti.

Dulu hidup kami sangat susah. Tinggal di rumah kontrakan dan sering berpindah-pindah. Kami tinggal di sebuah rumah kayu yang bentuknya mungkin tidak layak disebut rumah karena lebih mirip dengan kandang sapi. Rumah itu memang bekas kandang sapi yang terpaksa kami tempati lantaran sudah seharian mencari rumah kontrakan tapi tidak ada yang sesuai dengan gaji ayah. Beruntung ada seorang bapak-bapak mau menolong kami karena dia merasa kasihan melihat kami yang duduk di bawah pohon kelapa. Ayah, kakak, saya dan ibu sedang duduk sambil menyusui adik yang masih bayi. Kami merasa sangat haus dan lapar sementara hari sudah senja. 

Bapak itu menghampiri kami. "kalian dari mana? mau kemana sudah senja begini? bawa barang banyak dengan anak-anak lagi?" tanya bapak itu pada ayah. "Kami sedang mencari rumah pak, tapi belum ketemu yang cocok" Jawab ayah kemudian. "Oh begitu, sebentar lagi malam, saya tidak punya rumah untuk saya kontrakan tapi saya hanya punya itu" kata bapak itu sambil menunjuk sebuah pondok kayu yang sudah lapuk. Ayah dan bapak itu menghampiri pondok itu ternyata pondok itu adalah bekas kandang sapi yang sudah lama tidak dipakai. Rumah bapak itu dengan kandang sapi saling berhadapan. Setelah sepakat, akhirnya ayah menyuruh kami untuk beristirahat di rumah bapak itu sambil menjaga adik, sementara ayah dan ibu membersihkan gubuk tua itu yang akan kami tempati nanti. 

Kehidupan kami sangat sederhana. Sejak tinggal di rumah itu, ada banyak pengalaman yang saya dapatkan. Pernah ibu hanya menumis air rebusan kacang merah yang didapat karena minta sama ibu yang punya rumah waktu beliau hendak membuang air rebusan itu. Tumisan itulah yang dijadikan ibu sebagai lauk makan kami. Sekarangpun pernah saya coba bikin untuk  mengenang masa itu.

Jari-jari tangan dan kaki saya juga pernah digigit tikus karena rumah itu memang banyak tikusnya. tapi saya juga tidak ingat bagaimana rasanya, tahu-tahu bangun tidur semua ujung-ujung jari saya sudah berlubang semua. Tapi sudah tidak berdarah, kering, hanya luka bekas gigitannya yang nampak tidak rata. Mungkin si tikus tidak bisa menemukan makanan di dapur makanya sayapun jadi santapannya, hehe...

Nyamuk juga banyak, suara jangkrik yang berisik dan suara burung hantu kerap menambah horor rumah itu di kala malam. Apalagi kami tidak punya tv ataupun radio, semakin menambah sunyi rumah kami. Tapi uniknya, saya, kakak, ayah dan ibu sangat menikmati semua itu. Mungkin itulah yang disebut dengan berkah kali ya,,,

Saya pernah dijorokin teman waktu main sampai-sampai jidat kiri saya luka dan harus dijahit, sampai sekarang bekasnya masih ada. Sebenarnya dia tidak sengaja karena kami juga sama-sama masih kecil jadi tidak terlalu memahami. Apalagi ibu anak yang jorokin saya itu mau bertanggungjawab membawa saya ke rumah sakit. Saya juga tidak ingat lagi rasa sakit waktu jatuh dan di jahit.

Setiap pagi saya dan kakak saya pergi sekolah dengan berjalan kaki. Jaraknya sangat jauh kira-kira 10 km, karena tidak punya uang untuk ongkos sementara kami sangat ingin sekolah. Pulangnyapun kami jalan kaki lagi. Ada kenangan yang membuat saya menangis saat itu, Ceritanya nanti saya bagi di postingan berikutnya.

Saya juga pernah dikejar ular, ular yang saya temui waktu buang air di sungai belakang rumah. Terbayang nggak gimana paniknya saya waktu dikejar ular, dan bagaimana caranya menghadapi kejaran ular itu? sementara posisi ular itu persis berada di bawah saya yang lagi jongkok. Jarak antara bokong saya dan kepala si ular hanya sekitar 10 cm. Mungkin jika saya bergerak sedikit saja, bokong saya pasti sudah digigitnya. Ngeri kan? ceritanya lengkapnya nanti akan saya tulis di postingan selanjutnya aja ya, Kepanjangan kalau harus saya tulis di sini. hehe...

Dinding bagian dalam sudah dilapisi dengan kertas semen yang diminta beberapa lembar oleh ayahku secara nyicil ke bosnya. Setelah semua terlampisi barulah kelihatan rumah itu bersih dan rapi. kandang sapi yang tadinya seperti gubuk kotor kini telah menjelma menjadi istana bagi kami. Ayahku bekerja sebagai kuli harian dan ibuku berjualan lontong sayur dan sedikit jajanan. Meski tinggal di lingkungan sekolah tapi dagangan ibuku jarang laku. karena sudah kalah dengan warung-warung jajanan yang berada di depan gerbang sekolah yang memang lebih banyak dan beragam.

Setelah masuk di kelas satu Sekolah Dasar, saya juga masih kurang berteman. Teman saya justru kakak-kakak kelas 4,5 dan 6. Jika ada yang seusia itu juga laki-laki. Di tengah kehidupan yang serba kekurangan, Ayah saya yang hanya mengenyam pendidikan di SD itupun tidak tamat, punya keinginan yang kuat untuk menyekolahkan kami anak-anaknya sampai sarjana. "Meski apapun yang terjadi, kalian harus sarjana." Begitu selalu yang ayah katakan pada kami.

Jika ada yang bertanya, pernah tinggal di kandang sapi? saya pernah. Bagaimana rasanya? nyaman, karena waktu itu saya tidak terlalu pintar untuk merasakan kenikmatan hidup. Waktu itu saya tetap bahagia dan bisa bermain di halaman rumput yang luas. Dan kami mampu bertahan selama empat tahun, itupun karena ayah sudah mendapat rumah kontrakan yang baru karena gaji ayah juga sudah mencukupi.  

Ketika saya melihat ada orang yang tinggal di sebuah kandang sapi di zaman yang sudah modern ini, miris hati saya, sering membuat saya terharu dan terkenang akan perjuangan kami dulu hingga tak jarang menitikkan air mata. Ada kisah yang sangat berharga di sana.

Baca juga : * Rahasia di balik kue yang tak laku.
                   * Allah menyelamatkanku dari gigitan ular.


puji saputri
Photo by : photobuchet.com

Comments

Populer

Jeritan Hati Seorang Janda

lifestyle.okezone.com Setiap manusia punya masa lalu, ntah itu baik atau buruk, apapun itu semua merupakan jalan kehidupan yang harus dilalui dan dijalani oleh manusia. Dan apapun yang manusia hadapi semua adalah jalan terbaik baginya. Mungkin tak baik bagi manusia tapi baik menurut Allah. Baik bagi manusia belum tentu baik bagi Allah. Setiap manusia sudah ada jalan kehidupannya sendiri, garis nasib manusia baik untuk urusan kematian, rejeki, bahkan jodoh sudah ditentukan sejak masih di dalam kandungan ibunya. Ada yang dijodohkan dengan orang kaya, orang biasa, bangsawan, janda dan duda. Tak ada yang bisa melawan takdir. Manusia Diciptakan hanya untuk menjalankan skenario yang telah ditetapkan Tuhan.

Wahai Para Suami, Jangan Pisahkan Istrimu Dari Orangtuanya

konsultasisyariah.com Taat kepada suami setelah menikah adalah surga bagi istri. Karena surga dan neraka istri adalah suaminya. Bagi seorang perempuan yang sudah menikah, taat dan patuh pada suami lebih utama dibanding taat pada orangtua.

Penyesalan Seorang Suami Yang Telah Menyia-nyiakan Istri Dan Anak-Anaknya

rmol.co Penyesalan itu datangnya selalu di akhir, kalau datangnya di awal itu namanya pendaftaran, hehe... pernah dengar kan tentang kata itu? Bicara soal penyesalan ya memang nggak ada habisnya. Apalagi jika kita sedang sendiri lalu teringat kenangan masa lalu tentang seseorang yang sangat kita sayangi dan cintai dengan setulus hati. Di saat penyesalan itu datang yang ada hanyalah duka yang teramat dalam dan sangat menyesakkan dada. Ingin rasanya untuk mengulang kembali sejarah masa lalu itu dengan tekad ingin memperbaiki semua. Namun apa daya dia telah pergi dan sudah bukan milik kita lagi.

Kisah Nyata yang Sedih dan Mengharukan 'Tragedi di Malam Pertama'

kabarmakkah.com Dulu ketika masih remaja, di saat gejolak jiwa anak muda masih menguasai hati dan pikirannya, paling pantang jika diharuskan untuk nurut kata orang tua. Masih ingin melakukan ini dan itu tanpa kekangan siapapun. Meski sebenarnya dia bukan anak yang nakal. Tapi ya... namanya juga anak muda gitu lo... Meskipun secara fisik terlihat pendiam dan penurut. Kenyataanyapun anak muda itu juga tidak lepas dari pantauan orang tuanya. Dia gadis yang lugu, manis, berwajah melankolis, pandai namun agak kurang suka bergaul dengan sembarang orang. Dia lebih suka di rumah membaca buku, menulis, dan belajar.

Punya Wajah Mirip Orangtua, Selalu bertengkar. Mitos atau fakta?

vemale.com Punya wajah yang mirip atau hampir mirip dengan wajah orangtua, baik ibu atau ayah mengakibatkan kita selalu bertengkar, benar nggak sih? Saya termasuk anak yang punya wajah mirip sekali dengan ibu saya. Orang-orang selalu mengatakan bahwa saya adalah fotokopi ibu. Apalagi jika bertemu dengan teman lama ibu, mereka selalu bilang "Kamu mirip sekali ya, persis seperti waktu ibumu masih gadis dulu."